Tentang Sebongkah Rindu
Aku hanya memandangi keyboard dan monitor dihadapanku secara bergantian, beberapa menit, bersama detik demi detik yang berbunyi teratur,
kosong,
padahal aku ingin menuliskan tentang rindu,
tapi tidak juga muncul baris kata dalam otak ku.
Mungkin terlalu penuh, sehingga sulit buatku mengeluarkannya satu persatu. Bagaimana jika kupaksakan, jangan, nanti akan berserakan, sulit buatku menatanya lagi.
Aku Rindu !!!
Aku berseru, sekeras mungkin, tapi tertahan oleh sunyi.
Ya, aku rindu. Sangat merindu, begitu merindu.
Pada sebuah nama, suaranya, kehangatannya, canda tawanya, hadirnya.
Pada sebuah hati, yang menawarkanku ribuan mimpi indah, yang memberikanku harapan setinggi langit, yang cintanya begitu indah terbaca dalam setiap jengkal ingatanku.
Pada sosok lelaki yang selama ini hanya ada dalam ruang dengarku, dalam baris demi baris tulisan, serta dalam imaji. Dari ku terjaga hingga ku terlelap, dalam apapun, selalu ada, melebihi nyata.
Pada Kekasih Rinduku, Cintaku, Lelakiku, Jelek-ku, Acem-ku, Cuami Acem-ku, Cinta Jelek-ku, Papa Givaldi, Papa-nya Rama, Papa-nya Freena, Papa-nya Raka, Cinta-nya mama..
Aku Rindu…
Seperti tidak pernah kurasa sebelumnya.
Bukan ku tidak pernah merindu, pernah ada beberapa rindu, dengan jenis dan macamnya sendiri, hanya bukan rindu yang begini.
Rindu kali ini terasa perih.
Seakan dadaku dihantam luar biasa keras, sakit, sesak dan terhimpit.
Kepala bagian belakang terasa begitu berat dan ngilu, hingga ingin sekali kubenturkan pada dinding di salah satu sisi peraduanku, mungkin dapat mengenyahkan sakit itu.
Tapi tidak, aku bukanlah monster itu lagi. Ku pernah berjanji untuk tidak seperti itu lagi padanya.
Aku Rindu…
Rinduku, atas imaji yang belum sempat meraih nyata.
Rinduku, perih disertai dengan harapan harapan yang terlerai.
Rinduku, bersama terkikisnya asa dari ketiadaan tanpa penjelasan yang disodorkannya.
Belum sempat ku raih dan ku kecup punggung tangannya, belum sempat ku merasakan hangat nyata peluknya, belum sempat ku berbaring dan mendengar detak jantungnya, belum sempat ku buktikan bakti dan cintaku.
Belum sempat ku membagi kebahagiaanku, belum sempat ku membuat dia tersenyum, belum sempat ku tunjukkan sinar mata cinta dan getar rindu dalam dada. Belum sempat..
Haruskah ku kehilangan untuk yang kesekian kali, Tuhan kumohon jangan lakukan itu. Kumohon.. Jangan..
Aku Rapuh…
Sebab ku sayang dia, sebab ku kasihi dia, sebab ku tak rela, tak slalu bersama, ku rapuh tanpa dia, seperti kehilangan arah.
Sebab ku mau dia selamanya, sebab tiada selain dia, sebab ku tak rela, tak mampu bersama, ku rapuh tanpa dia, seperti kehilangan jiwa.
[Bunda Givaldi - Friday, Apr 08]
Full article